DIALOG BERITA, Kisaran (27 Oktober 2025) – Upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara dua karyawan dan manajemen PT Federal International Finance (PT FIF) Cabang Kisaran tampaknya menemui jalan buntu. Hingga menjelang akhir Oktober 2025, permintaan perundingan bipartit yang diajukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (LBH KSBSI) Provinsi Sumatera Utara belum juga direspons oleh pihak perusahaan.
Permintaan bipartit pertama dilayangkan melalui surat resmi pada 17 Oktober 2025, ditujukan langsung kepada pimpinan PT FIF di Jakarta. Surat tersebut berisi permohonan agar manajemen bersedia melakukan perundingan kekeluargaan terkait dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dan pemenuhan hak normatif dua karyawan, yakni Syaiful Andi Putra dan Zulfan Rusdi.
Pengurus LBH KSBSI Sumut, Rahmad Syambudi, S.H., menyebut perundingan bipartit dimaksudkan sebagai langkah awal untuk mencari penyelesaian atas hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan, termasuk pembayaran hak-hak pasca-PHK. “Dalam rangka mencari penyelesaian secara kekeluargaan, kami berharap pimpinan PT FIF dapat meluangkan waktu untuk melakukan perundingan bipartit,” ujar Rahmad.
Namun hingga sepekan kemudian, tidak ada tanggapan dari pihak perusahaan. LBH KSBSI kembali mengirim surat kedua pada 24 Oktober 2025, menegaskan bahwa permintaan bipartit tersebut didasarkan pada kuasa khusus dari para pekerja yang merasa dirugikan. “Sehubungan tidak adanya tanggapan atas permohonan bipartit pertama, kami kembali meminta agar PT FIF bersedia melakukan perundingan bipartit kedua,” tegas Rahmad.
Sayangnya, hingga surat kedua dikirimkan, tidak ada jawaban resmi dari manajemen PT FIF, baik melalui surat, telepon, maupun konfirmasi digital. Padahal, mekanisme bipartit telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sebagai tahapan awal penyelesaian sengketa ketenagakerjaan.
Kondisi ini, menurut Rahmad, akan mendorong LBH KSBSI untuk mengambil langkah lanjutan. Ia menyebut para buruh siap menggelar aksi unjuk rasa dalam waktu dekat. “Bipartit itu ruang dialog, bukan perlawanan. Tapi kalau pintu dialog ditutup, maka kami akan tempuh jalur lain seperti aksi massa,” katanya saat dihubungi, Senin (27/10/2025).
Berdasarkan informasi yang diterima redaksi, perselisihan ini berawal dari dugaan PHK tanpa dasar hukum yang sah terhadap dua pekerja PT FIF Kisaran. Keduanya merasa diperlakukan tidak adil dan tidak menerima hak normatif seperti pesangon, tunjangan, serta hak-hak lain yang seharusnya diberikan pasca-PHK.
LBH KSBSI Sumut menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Menurut Rahmad, kasus seperti ini bukan hal baru di kalangan serikat buruh. Banyak perusahaan dinilai mengabaikan mekanisme bipartit, padahal tahapan tersebut wajib dilalui sebelum masuk ke mediasi atau pengadilan hubungan industrial.
“Kalau terus dibiarkan, ini bisa jadi preseden buruk bagi iklim ketenagakerjaan di Asahan,” ujar Rahmad yang juga menjabat Sekretaris FTNP KSBSI Kabupaten Asahan.
Meski bersuara keras, LBH KSBSI tetap mengedepankan jalur kekeluargaan dan berharap manajemen PT FIF membuka ruang komunikasi dengan pekerja dan serikat buruh. Di sisi lain, masyarakat pekerja di Kisaran menilai kasus ini mencerminkan tantangan serius dalam pelaksanaan prinsip keadilan industrial di daerah.
Hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen PT FIF belum memberikan tanggapan resmi. Kini, mata publik tertuju pada langkah PT FIF: apakah mereka akan duduk bersama untuk mencari solusi, atau membiarkan perselisihan ini berlarut tanpa penyelesaian? (Redaksi)











